20 Des 2011

Assassin Dan Perkembangannya


Image
Pada pertengahan abad ke 12, di Syria terdapat sebuah kelompok rahasia para penghisap ganja. Mereka berusaha merebut tahta kepemimpinan Islam pada masa itu dengan cara-cara kekerasan. Kelompok ini memiliki struktur organisasi rapi. Mereka membangun sistem sel bawah tanah. Membentuk agensi dan spionase dengan struktur kepemiminan piramidal. Jaringan intelijen piramidal ini mereka gerakkan di tengah masyarakat Muslim di seluruh dunia.




Dalam kepemimpinan piramidal ini, ada satu pemimpin tertinggi. Tugasnya mengatur se1uruh agen-agen di berbagai wilayah masyarakat Muslim. Para eksekutor kelompok dalam organisasinya ini disebut Assassins.

Semula, kelompok Assassins ini disebut Nizariyah. Karena, mereka berusaha mengembalikan Pangeran Nizar al- Toyyib ke tahta kekuasaan Mesir. Nizariyah melakukan cara ini karena yakin bahwa Pangeran Nizar al- Toyyib adalah reinkarnasi Nabi Ismail as. Namun berkali Nizariyah salah patron dan gagal meraih tujuan. Akhirnya mereka berinovasi menentukan pemimpin.




Merasa mendapat jalan buntu dan jengah mengalami kegagalan akibat salah memilih pemimpin, Nizariyah mereorientrasi sistem oganisasi dan bertindak berbeda dengan cara-cara sebelumnya. Kali ini, Nizariyah melanggar syariah Islam. Mereka menyabotase dan mengadopsi secara compang-camping akidah Syiah tentang Imam Mahdi.



Dengan dalih mempersiapkan diri untuk menyambut datangnya Imam Mahdi, Imam ke 12 yang diagungkan masyarakat Syiah, kelompok Nizariyah melancarkan serangan bawah tanah kepada orang-orang yang dianggap musuhnya.

Perbuatan Nizariyah ini jelas bertentangan dengan syariah Islam yang disampaikan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan keyakinan masyarakat Syiah. Kepemimpinan Nabi pamungkas itu dilanjutkan oleh 12 Imam. Imam terakhir adalah Imam Mahdi yang dijanjikan Allah Subhanahu wa Ta'ala sebagai penegak keadilan akhir zaman.




Sehebat apapun atraksi mereka, meski mengklaim gerakannya demi mempersiapkan kehadiran ImamMahdi, sangat jelas mereka melanggar syariat Islam Syiah. Misalnya, kelompok Nizariyah membolehkan setiap pemimpin mereka memiliki hak istimewa; meminum anggur hingga mabuk, menghisap ganja hingga teler. Lebih fatal lagi, pemimpin mereka dihalalkan membunuh umat Islam lainnya dengan dalih jihad. Penyimpangan total terhadap syariat Islam yang mereka lakukan menjadi alasan para ulama Syiah mendakwa mereka sebagai orang-orang murtad dan sesat.



Setelah dinyatakan bersalah dan sesat, kelompok Nizariyah meninggalkan Mesir dan pindah ke Syria. Kemudian, di sana kaum Nizariyah dikenal sebagai kelompok hashshasin. Bahasa Inggris mengkonversi kata ini menjadi Assassins, artinya para pembunuh. Namun penegasan ini masih mengandung kontroversi. Hashshasin yang diartikan "penghisap ganja", menurut beberapa pakar Bahasa Arab berasal dari kata yang artinya "penjaga rahasia-rahasia".



Image
Selanjutnya, dalam kendali kepemimpinan Hasan bin Sabah, kelompok Assassins banyak melakukan serangan gerilya secara keji. Mereka menyerang kota Baghdad dari markas besar Lembah Alamut, di sebelah utara Persia. Mereka berusaha menggulingkan penguasa pada masa itu.
Dalam The History of the Assassins, Amin Maluf, menjelaskan bahwa Hasan bin Sabah adalah master budaya dan penyair yang menguasai sains moderen. Hasan bin Sabah berusaha keras membangun organisasi Assassins. Dia adopsi teknik-teknik Darul Hikmat di Kairo, Mesir. Dia berambisi memajukan organisasi yang dipimpinnya itu. Terbukti, setelah dua abad lebih, kel0mpok Assassins lihai membunuh musuh-musuhnya dengan racun dan senjata. Kelompok ini juga mahir melakukan serangan-serangan bawah tanah yang pernah menjadi momok di kawasan Timur Tengah.




Image
Benteng Assassins di LembahAlamut menjadi salah satu legenda Persia yang terkenal dengan sebutan "surga dunia". Marco Polo terkesan akan kemegahan dan kemewahan Benteng Alamut. Usai perjalanannya melintasi benteng itu pada tahun 1271 M, dia menulis:




Di lembah elok itu, di antara dua gunung tinggi menjulang, dia (Hasan bin Sabah) membangun tamantaman mewah. Di dalamnya tumbuh semua pohon berbuah ranum dan segala tumbuhan harum yang bisa dipetik. Istana-istana dengan ragam luas dan bentuk dibangun di setiap hamparan taman yang berbedabeda. Istana-istana itu dihias batu emas. Di dindingdindingnya bergelantungan lukisan-lukisan. Di jendelajendelanya bermacam kelambu sutra mewah terpajang.



Di ruang-ruang istana, suguhan anggur, susu, madu dan air bersih tersaji di tiap sudutnya. Penghuninya gadisgadis cantik molek. Mereka semua pandai bernyanyi, memainkan berbagai alat musik dan menari. Mereka semua manja serta memikat dengan sejuk.



Sebuah kastil kokoh, seolah mustahil dihancurkan menancap di gerbang. Dia ingin tak seorang pun masttk ke "surga dunia" itu tanpa ijinnya. Itulah pintu masuk menuju lembah elok itu.



Image
Hasan bin Sabah merekrut para pemuda di wilayahnya sebagai pengikutnya dengan cara membius mereka dan mengangkutnya ke lembah itu. Setelah sadar, ternyata mereka berada di "surga dunia" itu. Pemandangan surga dunia dipamerkan kepada mereka. Segala kenikmatan bius mereka rasakan berbarengan dengan doktrin-doktrin sebelum akhirnya dilepas kembali ke tengah masyarakat.




Setelah para pemuda itu diculik oleh Hasan bin Sabah untuk dijadikan murid, ketika itu mereka dicuci-otak dengan berbagai merek dan type tipu daya. Akal sehat mereka menjadi hilang. Bagi mereka, sosok Hasan bin Sabah adalah segalanya. Moto mereka kemudian: Tak ada larangan! Semua halal!



Para pemuda "berotak haru" itu telah terbiasa dengan kenikmatan di lembah "surga dunia": Akhirnya mereka merasakan dunia luar tak bernilai apa-apa. Mereka mabuk doktrin Hasan bin Sabah. Setelah terbiasa dengan kemewahan, ketika mereka dikembalikan di lingkungan semula yang sarat dengan kerja keras dan hambatanhambatan, timbul rasa ingin kembali ke taman surgawi Hasan bin Sabah. Untuk mendapatkan lagi kenikmatan"surga dunia" itu, mereka halalkan segala cara dan rela meski nyawa sebagai taruhan.



Art of Imposture (Seni Menipu). Begitu Abdul Rahman menulis. Dia catat muslihat Hasan bin Sabah ketika memerintah seorang murid terdekatnya yang memiliki loyalitas tinggi ditanam hingga leher. Kemudian murid yang hanya kelihatan kepalanya di atas tanah itu dilumuri darah segar. Tampaklah kepala itu tanpa tubuh. Sebelumnya murid terdekat itu dikabarkan terpenggal kepalanya di medan perang. Setelah murid loyal itu benar-benar tampak seolah mati, Hasan bin Sabah mengumpulkan muridmurld barunya untuk menyaksikan kepala berlumur darah tanpa tubuh itu. Di depan murid-murid baru itu, murid loyal yang hanya tampak kepalanya di atas tanah itu mengabarkan kenikmatan surga.



Murid-murid barupun mendengar syair-syair palsu tentang surga yang terujar dari kepala berlumur darah itu. Indah dan menggiurkan. Mereka menyangka, seniornya itu telah masuk surga. Setelah Hasan bin Sabah benarbenar yakin bahwa murid-muridnya telah terbius oleh tipu-dayanya, dia memerintah mereka kembali ke "surga dunia". Kemudian, murid yang ditanam hinggga leher itu, benar-benar dipenggal. Untuk menyempurnakan tipu muslihatnya, Hasan bin Sabah memajang kepala itu di tiang ritual hingga selalu bisa disaksikan seluruh penduduk lembah."surga dunia". Murid-muridpun terbius surga palsu



Arkun Daraul dalam karyanya A History of Secret Societies, membagi kelompok rahasia pengikut Assassins menjadi tiga lapis: pertama, para misionaris (Dayes), kedua para sahabat (Rafiq), ketiga adalah murid-murid yang teruji kesetiaannya, pecintanya (Muhibbin). Golongan terakhir adalah para eksekutor terlatih. Para muhibbin mencirikan diri dengan topi putih dan sepatu boot merah. Ketiga lapis kelompok Assassins, selain mahir menghunjam belati di dada korbannya, mereka juga menguasai bermacam bahasa. Ada kalanya mereka berdandan dan berperilaku seolah pendeta. Mereka juga berbaur dengan masyarakat dengan menjadi pedagang dan serdadu. Intinya, mereka siap menyamar apa saja sebagai kedok demi menjalankan misi dan meraih tujuan.



Kata sandi anggota Assassins adalah "dari surga". Setiap ada "surat perintah jalan" untuk misi, eksekutor Assassins akan mendapat pertanyaan, "Dari mana asalmu?" Sang eksekutor pun menjawab, "Dari surga." Setelah dipastikan, instruksi dimandatkan, "Bunuhlah fulan/fulanah. Setelah berhasil, kau akan kembali menghuni surga. Jemputlah kematian! Karena para malaikat tak sabar mengangkatmu ke surga."



Pengaruh Assassins menyebar ke seantero jagad hingga pertengahan abad 13. Setelah Basan bin Sabah terbunuh di tangan anaknya sendiri, Muhammad, kelompok Assassins mengalami kemunduran. Kemudian Muhammad juga dibunuh anaknya sendiri. Tahun 1256, markas besar Assassins, Benteng Alamut, jatuh ke tangan Penjajah Mongol yang menandai akhir riwayat Assassins.



Pada awal abad 16, pemerintahan Ottoman yang berkuasa, menghancurkan pertahanan terakhir Assassins di Syria. Tamatlah riwayat kekuatan militer Assassins yang tak terkalahkan pada masanya. Perubahan besar ini menjadikan dinasti pemimpin "Nizariyah Ismailiyah memodernisasi organisasinya. Agha Khan adalah tokoh utamanya. Kemudian mereka menghilangkan citra Assassins atau 'pembunuh'. Organisasi yang berubah total ini mensyaratkan toleransi kepada sesama umat manusia sebagai lanskap kegiatannya dan melaksanakan perintah al-Quran.



Sejarah Modern Assassin



Ketika dunia pindah ke modern, membunuh orang penting mulai menjadi lebih dari alat dalam perebutan kekuasaan antara penguasa diri sendiri dan juga digunakan untuk simbolisme politik, seperti dalam pembuatan propaganda . Di Rusia saja, empat kaisar terbunuh dalam waktu kurang dari 200 tahun: Ivan VI , Peter III , Paulus I , dan Alexander II .



Image
Dalam dunia modern para assassin biasanya tidak langsung membunuh target melainkan memberikan peringatan pada target sehingga sang target akan mengakui kalah atau menyerah dan mengikuti perintah assassin. Para target assassin juga biasanya adalah para penjabat negara atau orang" dari golongan atas. Di Amerika Serikat, empat presiden, Abraham Lincoln , James Garfield , William McKinley , dan John F. Kennedy , tewas di tangan pembunuh (assassin modern).










Metode Assassin Kuno




Metode pada zaman kuno dilakukan dengan cara yang cukup sederhana namun cukup berhasil yaitu dengan cara menusuk , mencekik atau bludgeoning . Teknik utama assasin adalah dengan menggunakan metode infiltrasi , dengan pembunuhan yang sebenarnya dengan cara menusuk, mencekik atau pencekikan . Racun juga mulai dipakai dalam berbagai bentuk.



Kematian karena jamur topi dan tanaman serupa menjadi pilihan tradisional Assassin terutama jika mereka tidak bisa membunuh secara langsung maka mereka menggunakan racun, gejala keracunan tidak akan nampak pada saat assassin memberikan racun kepada korban dan setelah beberapa saat racun mulai mengeluarkan reaksinya dan membunuh target secara perlahan.



Metode Assassin Modern



Image



Dengan munculnya persenjataan senjata api , posisi target lebih berbahaya. bahkan Bodyguards tidak lagi cukup untuk menahan Assassin, Selain itu, jarak jangkauan target lebih besar dan lebih mudah di bunuh secara dramatis meningkatkan peluang hidup si Assassin. Kepala pertama pemerintahan yang dibunuh dengan senjata api adalah Bupati Skotlandia yang bernama Moray pada tahun 1570, dan William Diam , Pangeran Orange dari Belanda tahun 1584. Gunpowder dan bahan peledak lainnya juga memungkinkan penggunaan bom.



Bahan peledak, khususnya bom mobil , menjadi jauh lebih umum dalam sejarah modern, dengan granat dan remote-pemicu ranjau darat juga digunakan, terutama di Timur Tengah dan Balkan. Dengan senjata berat, granat roket (RPG) telah menjadi alat yang berguna mengingat popularitas mobil lapis baja, sementara pasukan Israel telah merintis penggunaan pesawat-rudal serta penggunaan inovatif perangkat peledak.



Sebuah sniper dengan presisi senapan sering digunakan dalam pembunuhan fiktif. Namun, kesulitan tertentu menghadiri menembak jarak jauh, termasuk mencari posisi penembakan tersembunyi dengan berhadapan jelas, dan senjata ini tentu sangat mendukung peranan si assassin karena dia dapat membunuh sang target dari jarak yang cukup jauh. hingga memudahkannya untuk bersembunyi atau melarikan diri.



Pistol adalah senjata lebih mudah digunakan , dan konsekwensinya jauh lebih umum digunakan daripada senapan. Dari 74 insiden utama dievaluasi dalam sebuah studi besar tentang metode pembunuhan pada paruh kedua abad ke-20, 51% yang dilakukan oleh pistol, 30% dengan sniper atau senapan, 15% dengan pisau, dan 8% bahan peledak.



Dalam metode pembunuhan yang lain, keracunan dapat lebih mudah di lakukan oleh sang assassin karena assassin adalah seorang yang bisa menyamar menjadi siapa saja dan membuka kemungkinan untuk bisa memberikaan racun pada korban dengan cara mencampurkan racun dengan makanan dan minuman atau dilakukan dengan menggunakan Sebuah pelet kecil yang mengandung racun dan disuntikkan ke korban.


Sumber

"Sesuatu" Dibalik e-KTP


PENGADAAN Kartu Tanda Penduduk (KTP) elektronik sedang berlangsung. Sosialisasi proyek berbiaya Rp5,84 triliun itu terus digalakkan. Salah satu manfaat yang menjadi ‘jualan’ pemerintah adalah, e-KTP akan mampu berkontribusi bagi keamanan nasional, khususnya dalam menekan ruang gerak para teroris.
Terduga teroris kerap ditemui dengan banyak identitas palsu. Dengan e-KTP berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK), identitas palsu diklaim akan segera dapat diketahui karena tertolak oleh sistem.
Keyakinan tersebut boleh jadi dapat diperdebatkan.
Di era teknologi informasi yang semakin canggih, data keamanan nasional tingkat tinggi sekalipun rentan terhadap aktivitas para peretas dan pencuri data. Kasus bocornya ratusan ribu dokumen rahasia Amerika Serikat (AS) oleh Wikileaks bisa menjadi contoh.
Namun, pemerintah tetap yakin. Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), sang pemilik proyek,mengklaim e-KTP a la Indonesia tidak akan dapat ditembus serta disalahgunakan. Keyakinan itu mereka wujudkan dengan melibatkan bantuan dari 15 lembaga seperti BIN, BPPT, ITB, dan Lembaga Sandi Negara.
Pertanyaannya kini, bagaimanakah jika penyalahgunaan data e-KTP dilakukan negara?
Satu hal yang mungkin belum menjadi concern publik, dalam kaitan dengan e-KTP, adalah keterlibatan L-1 Identity Solutions sebagai penyuplai perangkat perekam sidik jari atau AFIS (Automated Fingerprint Identification System) dalam proyek e-KTP di Indonesia.
Perhatian publik selama ini tertuju pada dugaan adanya kolusi dan korupsi dalam tender pengadaan e-KTP. Seperti pernah dilaporkan secara khusus oleh sebuah media nasional, pemenang tender sudah dirancang sedari awal. Sejumlah rapat, yang dihadiri pihak penawar (yang kemudian menjadi pemenang), sejumlah vendor (termasuk perwakilan L-1), dan pemilik tender (pemerintah) terjadi jauh sebelum pemenang tender diumumkan.

L-1 Identity Solutions
TERLEPAS dari semua itu, ada baiknya kita mencermati keberadaan L-1 dalam proyek e-KTP (L-1 mengutus seorang Lead Solution Architect ke Indonesia selama pengadaan e-KTP), bukan dalam konteks kolusi proyek tapi keamanan nasional.
L-1 Identity Solutions Inc., perusahaan besar dengan nama besar, tapi kredibilitas meragukan. L-1, berbasis di Stamford, Connecticut, AS, adalah salah satu kontraktor pertahanan terbesar. Perusahaan, yang berdiri pada Agustus 2006, ini mengambil spesialisasi dalam bidang teknologi identifikasi biometrik (seperti sidik jari, retina, dan DNA). L-1 juga menyediakan jasa konsultan dalam bidang intelijen.
Pendapatan L-1 per tahun diperkirakan mencapai angka US$1 miliar pada 2011. Stanford Washington Research Group, dalam lapoannya, menyebut L-1 sebagai pemimpin pasar internasional proyek identitas biometrik yang diperkirakan bernilai US$14 miliar selama periode 2006-2011.
L-1 menebar proyek hingga ke lebih daripada 25 negara. Di AS, L-1 digandeng Kementerian Luar Negeri dan Kementerian Keamanan Dalam Negeri dalam proyek visa, paspor, dan SIM. Sejumlah kalangan menyebut L-1 kian memonopoli bisnis identitas di AS, dan secara global, apalagi setelah mereka diakuisisi Safran Morpho, perusahaan keamanan multinasional asal Prancis, pada Juli 2011.
Jika melihat siapa di balik L-1, maka kita tak perlu heran melihat prestasi “bebas-hambatan” di atas. Manajemen puncak L-1, secara khusus, memiliki sejarah hubungan dekat dengan CIA, FBI, dan organisasi pertahanan AS lainnya. Mereka, pada umumnya, memiliki latar belakang dan rekam jejak yang seharusnya membuat kita tidak nyaman.
L-1 mencatat nama George Tenet, mantan Direktur CIA, dalam dewan direktur. Pada 2006, CEO L-1 Robert V LaPenta pernah berujar, “Anda tahu, kami tertarik dengan CIA, dan kami memiliki Tenet.” Tenet terkenal berkat kemahiran berdusta. Dia terungkap memberi informasi intelijen palsu kepada diplomat AS soal keberadaan senjata pemusnah massal di Irak, yang kemudian berujung pada invasi Irak 2003.
Ada nama lain, seperti Laksamana James M Loy sebagai direktur. Karir Loy merentang dari komandan US Cost Guard (1998-2002), wakil menteri untuk Keamanan Transportasi (2002-2003), dan wakil menteri keamanan dalam negeri (2003-2005).
Robert S Gelbard, salah satu anggota dewan direktur, pernah menjabat sebagai Utusan Khusus Presiden AS untuk Balkan pada masa pemerintahan Bill Clinton. Yang lebih menarik, mantan wakil menteri luar negeri 1993-1997 itu pernah bertugas di Indonesia sebagai duta besar pada 1999-2001.
Nama direktur lainnya adalah BG (Buddy) Beck, bekas anggota Dewan Sains Pertahanan (DBS), yang memberi rekomendasi perkara iptek kepada militer AS. Lalu, Milton E Cooper, mantan kepala Dewan Penasehat Sains Nasional, lembaga yang menginduk kepada militer. Dan Louis H Freeh, mantan direktur FBI (1993-2001).
Safran Morpho, pemilik baru L-1 juga tak terlalu ‘bersih’ dalam urusan figur kontroversial. Di sana duduk Michael Chertoff, mantan menteri Keamanan Dalam Negeri AS pada masa pemerintahan George W Bush, sebagai penasehat strategis. Chertoff adalah salah seorang perancang USA PATRIOT Act, undang-undang yang menumbuhsuburkan pengawasan dan penyadapan oleh FBI terhadap telepon, e-mail, dan data pribadi lainnya. Chertoff juga pendukung maniak pemindaian seluruh tubuh (full body scanning) (teknologi pemindai “full body” yang diterapkan AS mampu menunjukkan permukaan telanjang kulit di bawah pakaian, termasuk lekuk payudara dan kemaluan. Bahkan, versi terbaru dilaporkan bisa menghadirkan image “full color”).
Nama di atas tentu saja tak bisa secara langsung dihubungkan dengan potensi ancaman e-KTP terhadap keamanan nasional Indonesia. Namun, kedekatan mereka dengan intelijen dan militer negara Abang Sam sudah seharusnya menjadi perhatian.
Di AS sendiri, muncul gerakan publik “Stop Real ID”. Gerakan itu menolak proyek “Real ID” (semacam e-KTP). Demikian pula di India. Koalisi LSM pemerhati hak sipil membentuk gerakan yang menolak proyek Unique Identity Number (UID) yang disebut “Aadhaar”. Gerakan itu mereka sebut “Say No to Aadhaar”. Baik Real ID di AS maupun Aadhaar di India melibatkan L-1 Identity Solutions sebagai vendor dan konsultan.

Potensi Ancaman
POTENSI ancaman e-KTP terhadap keamanan nasional, lebih jauh, bisa dilihat dengan memerhatikan indikasi berikut.

Pertama, adanya upaya untuk secara internasional berbagi data biometrik. AS, pada khususnya, adalah negara yang bersikeras untuk berbagi data biometrik dengan negara lain.
Dalam kesaksian di hadapan Subkomite Keamanan Dalam Negeri DPR AS pada 2009, Kathleen Kraninger (Deputi Asisten Menteri untuk Kebijakan) dan Robert A Mocny (Direktorat Perlindungan Nasional US-VISIT) menyatakan sebagai berikut:
“Untuk memastikan bahwa kita mampu menghancurkan jaringan teroris sebelum mereka sampai ke Amerika Serikat, kita harus berada di depan dalam mengendalikan standar biometrik internasional. Dengan mengembangkan sistem yang kompatibel, kita akan mampu berbagi informasi teroris internasional dengan aman demi memperkuat pertahanan kita.”
Dalam sebuah artikel yang ditulis oleh S Magnuson pada 2009 pada majalah “National Defense”, berjudul “Defense Department Under Pressure to Share Biometric Data”, pemerintah AS mengklaim telah memiliki kesepakatan bilateral dengan sekitar 25 negara untuk berbagi data biometrik.
“Setiap kali pemimpin negara lain mengunjungi Washington dalam beberapa tahun terakhir, Kementerian Luar Negeri akan memastikan bahwa mereka menandatangani kesepakatan (berbagi data biometrik) tersebut.”
Washington tampaknya tak hanya menempuh cara formal. Seperti pernah diungkap dalam kabel diplomatik AS—yang dibocorkan Wikileaks—Kementerian Luar Negeri AS menginstruksikan diplomat AS untuk secara rahasia mengumpulkan identifikasi biometrik para diplomat negara lain.
FBI tak ketinggalan. Seraya mengklaim ingin membuat “dunia lebih aman”, FBI mendesak inisiatif berbagi data biometrik di antara negara-negara.

Kedua, lemahnya undang-undang terkait pengamanan database kependudukan, terutama jika memperhatikan upaya berbagi data dengan negara lain.
UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan sangat minim mengatur isu perlindungan dan keamanan data. Isu berbagi data dengan negara lain sama sekali tak diatur. Bahkan, lebih jauh, UU tersebut ‘memberi’ celah bagi pemegang kekuasaan untuk “mengubah”, “meralat”, dan “menghapus” tanpa sepengetahuan sang pemilik data, warga negara itu sendiri. Ini rentan bagi upaya manipulasi data demi kepentingan tertentu.
Aturan turunannya lebih buruk lagi. PP 37/2007 membuka peluang bagi siapa pun, termasuk pihak swasta, untuk memperoleh dan menggunakan database kependudukan dengan syarat yang ringan:izin menteri. Di sini lagi-lagi, hak konstitusional warga negara untuk dilindungi privasinya terganggu. Tak ada satu klausul pun dalam peraturan itu yang mewajibkan adanya pengetahuan si pemilik data.
Tekanan negara Abang Sam terhadap Indonesia untuk berbagi data biometrik sangat mungkin terjadi. Apalagi mantra “perang melawan teroris” masih terlampau sakti bagi sebagian besar pejabat Indonesia yang tak punya nyali. Terlebih kata ‘berbagi’ kerap tak berlaku timbali balik, alias sepihak demi keuntungan negara yang lebih kuat.
Menjual privasi demi keamanan negara (aman dari teroris, katanya) mungkin bisa dianggap sikap patriotis seorang warga negara. Namun, seperti dikatakan salah seorang “founding father” AS, Benjamin Franklin:
People willing to trade their freedom for temporary security deserve neither and will lose both.”
Apakah kita mau kehilangan keduanya?

10 Okt 2011

Ksatria Malta


Sovereign Military Order of Malta, juga dikenal sebagai Sovereign Military Order of St. John of Jerusalem , adalah sebuah kelompok persaudaraan tertutup Gereja Katolik Roma. Para anggotanya yang aktif harus beragama Katolik dan sudah bertugas di militer. Mereka ambil bagian dalam upacara-upacara rahasia dengan mengenakan pakaian upacara feodal, dan memegang erat mentalitas pembagian kasta secara ketat sebagai bagian dari inisiasi mereka kedalam dogma Rosicrucian.
Menyaring secara ketat anggota eselon atas dan harus berasal dari lingkungan keluarga aristokrat serta harus bisa menunjukkan bukti coat-of-arms keluarga sedikitnya selama kurun waktu 300 tahun dalam rangkaian yang tak putus dari bapak ke anak. The Sovereign Grand Master orde ini diakui sebagai seorang kepala negara, dan otoritasnya dipastikan oleh kedudukannya sebagai seorang Pangeran dan sebagai seorang Kardinal dalam gereja Kristen. Statusnya di bawah hukum internasional sebagai organisasi independen yang berdaulat, menjamin kesetiaan kebangsaan dari para anggotanya, di atas kesetiaan kepada negaranya sendiri - mereka juga mempunyai status Permanent Observer di Perserikatan Bangsa-Bangsa. Grand Master yang sekarang adalah Andrew Willoughby Bertie, seorang keturunan Maria Stuart (Maria Stuart, Ratu Scots ) yang menempatkannya dengan kuat pada Sion/skenario sejarah Grail.
Orde dan anggotanya dibuktikan terkait dengan "Rat Run" , rute jalan pelarian setelah Perang Dunia II yang digunakan oleh para petinggi Nazi dan ilmuwan death camp Jerman ke Amerika. Sewaktu melarikan diri mereka menggunakan paspor dengan identitas palsu yang memungkinkan mereka bisa menghindar dari tuntutan sebagai penjahat perang. Tanpa alasan yang jelas, setelah perang aberakhir, tanda jasa “the Grand Cross of Merit” diberikan kepada Jenderal Nazi, Reinhard Gehlen, Kepala Dinas Rahasia Wilayah Timur Hitler, yang sangat berperan dalam kekejaman dan kejahatan yang dilakukan Nazi di Rusia dan Eropa Timur – terutama sekali pembantaian yang dilakukan yang belum pernah terjadi sebelumnya terhadap orang Yahudi dan Slav.
gambar:www.themasonictrowel.com

Persaudaraan Katolik dan para keturunan aristokrat menjadikan the Knights modern sangat anti-komunis. Tanggungjawab besar berdirinya CIA berada ditangan orde ini, termasuk banyak operasi global lainnya. Pendiri CIA (the founding fathers) adalah dua orang anggota the Knight yaitu William "Wild Bill" Donovan dan Allen Dulles, termasuk direktur CIA William Casey semasa Ronald Reagan dan John McCone semasa JFK. Menurut wartawan " Watergate " Carl Bernstein, Casey memberikan akses kepada Paus John Paul II ke dalam dinas rahasia CIA yang sebelumnya tidak pernah diberikan, termasuk kepada satelit mata-mata dan para agennya.
Sebenarnya orang bisa menyalahkan awal terjadinya Perang Dingin secara pribadi kepada "Wild Bill" Donovan. Pada akhir Perang Dunia I Donovan memimpin sebuah misi rahasia ke Siberia untuk mengamati Revolusi Rusia. Karena pengintaiannya ini sebuah kesatuan Amerika dikirim dan diperintahkan untuk memerangi orang Rusia Bolshewik yang secara umum dianggap sebagai sekutu, seperti ketika mereka masih berperang melawan Jerman bersama-sama dengan Inggris dan Perancis dalam parit perlindungan di Eropa. Pasukan Amerika tidak habis berpikir mengapa mereka diperintahkan membakar pedesaan dan "membunuh para petani yang miskin dan lapar, yang sudah diperlakukan dengan sangat buruk oleh penguasa mereka", sebagaimana ditulis oleh seorang "doughboy" kepada istrinya. Hal itu bukan merupakan kebiasaan dalam sejarah Amerika untuk berpihak kepada penguasa aristokrat Eropa melawan terhadap rakyatnya. Motivasi Donovan untuk memerangi Bolshewik hanya karena kesetiaannya kepada Vatican/Knights of Malta, karena Revolusi Rusia bukan merupakan ancaman terhadap Amerika Serikat. Sebagai konsekuensinya pada bulan Juli tahun 1944 Sri Paus Pius XII menganugerahkan Donovan dengan 'Grand Cross of the Order of St. Sylvester', tanda kehormatan kekesatriaan paus yang paling tua dan paling bergengsi, dan anugerah Katolik yang paling tinggi yang pernah diterima oleh orang Amerika. Kurang dari seratus orang yang sudah menerima anugerah ini sepanjang perjalanan sejarah.
Wilayah-wilayah kunci yang dikontrol Knights of Malta adalah Afrika dan Amerika Latin, para diktator seperti Jenderal Pinochet, pembunuh massal dan jajarannya adalah termasuk kelompok mereka.
Keanggotaan di Amerika Latin termasuk Loji Masonic "P2", orang-orang fasis dan Nazi yang selamat, yang secara langsung bertanggung jawab atas pembentukan gerakan neo-Nazi modern. Knight dan Nazi pelarian Otto "Scarface" Skorzeny yang memimpin penyerangan atas wilayah Cathar di Perancis dalam pencarian artefak termasuk artefak okult Holy Grail, memainkan peran penting dalam pelarian *zi yang tidak meloloskan diri ke Eropa, yaitu William Don2Rat Run" Vatican. Ia seorang sahabat karib presiden Argentina Knight Juan Peron, yang menurut dokumen CIA terbaru terbukti terlibat dalam ‘pencucian emas' Nazi melalui Vatican Bank. Adalah sesuatu yang menyenangkan bagi seorang anggota Novan yang bertindak sebagai ajudan kepala Jaksa Penuntut Amerika pengadilan Nuremberg paska perang, setelah menyerahkan kekuasaan OSS/CIA kepada rekannya Knight Allen Dulles.
Seperti apa yang diungkapkan oleh seorang pengarang Katolik Roma, Penny Lernoux didalam bukunya "People of God "
"Setelah perang berakhir, Vatican, OSS, SS, dan berbagai cabang dari Sovereign Military Order of Malta bergabung melawan musuh bersama, yaitu Sovyet - dan untuk menolong penjahat perang Nazi melarikan diri ... Baron Luigi Parrilli, seorang aristokrat Italia dan anggota Knight of Malta/pejabat bendahara kepausan, ambil bagian dalam negosiasi antar pimpinan SS dan CIA Allen Dulles."
Sebelum bekerja untuk OSS (ia memimpin setasiun OSS di Swiss selama berlangsungnya perang) Allen Dulles dan mitra hukumnya John Foster bekerja sebagai para manajer dan pengacara untuk Standard Oil milik John D. Rockefeller. Mereka secara pribadi menjadi pialang kemitraan antara Standard Oil dan perusahaan kimia IG. Farben. I.G.Farben tidak hanya menghasilkan bensin untuk mesin perang Nazi, juga membuat "Zyklon B", memperkerjakan tenaga kerja budak sebelum dan selama perang (termasuk pabrik petro-kimia besar yang berdampingan dengan death camp Auschwitz), pemilik Bayer Pharmaceuticals yang menurut sebuah tuntutan perkara, mereka secara langsung dilibatkan dalam percobaan Auschwitz yang mengerikan yang dilakukan oleh Dr. Josef Mengele, dan membantu pemboman Sekutu untuk kepentingan Rockefeller. Wartawan terkemuka masa perang George Seldes yang mencoba untuk mengungkapkan hal ini "unholy alliance -persekutuan kotor" melalui artikel-artikelnya dalam surat kabar, tetapi jarang diterbitkan pada waktu itu, mereka melakukan usaha-usaha percobaan membunuhnya. Joseph Heller mengarang 'roman sindiran dengan judul "Catch 22" membuat jelas kegilaan ini dengan kata-kata "kita setuju untuk membom basis kita sendiri sebagai penukar pembelian coklat termasuk kapas oleh Nazi".
Dengan semakin meningkatnya ketegangan Perang Dingin, mantan agen Vatican dan Knight, Joseph H. Retinger, bertintak atas nama Vatican dan Priory of Sion, secara efektif membina hubungan erat dengan the European Council of Princes - Dewan Pangeran-pangeran Eropa (nama terhormat untuk the Dragon Sovereignty ), dinas rahasia CIA dan MI6 Inggris memembentuk kelompok think-tank the New World Order – Tatanan Dunia Baru, yaitu the "Bilderberg Group", dimana Henry Kissinger merupakan anggota permanen. Ketua pertamanya adalah Prince Bernhard dari Negeri Belanda, yang memegang jabatan itu selama 22 tahun, sampai terjadi sebuah skandal keuangan yang memaksa dia untuk mengundurkan diri. Putrinya, Ratu Beatrix, co-owner Shell Oil secara teratur menghadiri pertemuan-pertemuan, seperti banyak dilakukan anggota aristokrat Eropa lainnya. The "Bilderberg Group" yang tidak demokratis ini terus melanjutkan memainkan bagian penting dalam masalah-masalah internasional, dan tetap tertutup rapat untuk umum dan keikutsertaannya.
Dokumen-dokumen menunjukkan bahwa Kardinal kota New York Francis Spellman secara langsung terlibat dalam perebutan kekuasaan militer sayap kanan Guatemala pada tahun 1954, yang menyebabkan terjadinya pembunuhan ribuan orang, dan diakui CIA keterlibatannya. Ia juga terhubung dengan kelompok neo-Nazi "P2" dan Mafia karena hubungan yang lama dengan anggota "P2" Archbishop Paul Marcinkus dari Chicago, mantan kepala Vatican Bank, yang dicurigai secara serius oleh pemerintah Italia atas kematian yang mencurigakan Sri Paus John Paul I. Kardinal Spellman tidak hanya teman lama pendiri CIA "Wild Bill" Donovan (yang sebelumnya mempunyai law firm di New York) tetapi adalah sebagai kepala the Knights of Malta di Amerika sepanjang tahun 40-60-an, dan bertanggung jawab atas sejumlah besar uang yang diperoleh dari para anggota, yang harus membayar ribuan dolar setiap tahunnya agar tetap menjadi anggota orde.
The Sovereign Military Order of Malta (SMOM) secara langsung bersekutu dengan Freemasonry Internasional, dari mana mereka merekrut saudara elit yang baru. Karena, the Knights of Malta dan Knights Templar adalah Rosicrucian upper-degrees dari Freemasonry.
Menurut "Knight of Darkness" pengarang Francois Hervet:
"Freemasonry secara umum mengaku bersifat bermusuhan dengan paham Katolik... namun demikian pada bulan Desember tahun 1969 sebuah pertemuan eksklusif diselenggarakan di Roma di kantor Count Umberto Ortolani, duta besar the Knights of Malta untuk Uruguay, yang disebut sebagai 'otak ' di balik loji Masinic "P2". Sebagai tambahan terhadap Ortolani, pertemuan hanya dihadiri Licio Gelli, Roberto Calvi dan Michele Sindona"; mereka semuanya yang terlibat atas kematian Sri Paus John Paul I dan penipuan besar-besaran bank.
Ironisnya, dalam tahun-tahun belakangan ini kepercayaan Katolik tidak lagi merupakan prasyarat penting untuk para anggota potensial yang mempunyai koneksi-koneksi yang sesuai. Pihak-pihak non-aristokrat sekarang dapat diinisasi oleh the "Magistral Grace" of Grand-Master, meski bukan di Inggris, Jerman dan Negara-negara Eropa lainnya dengan tradisi kuat kebangsawanannya. Bagaimanapun, hal ini membolehkan orang Amerika bergabung dan sudah banyak, dan sebuah "Order of Merit" bisa dianugerahkan kepada mereka yang dinilai sudah dengan sempurna melayani Knights atau dalam pekerjaan-pekerjaan mereka. Seperti mantan Presiden Ronald Reagan dan George Bush adalah inisiasi kehormatan, and Reagan was the toast of an extravagant dinner held by the Order in 1989.
Saat ini lebih dari 11,000 anggota the Knight di seluruh dunia, Grand-Master dan Sovereign Council masih tetap berbasis di Roma. Tujuan politik Feudalisme mereka nampak jelas terlihat dalam tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Prince Hans Adam II, raja Liechtenstein yang didukung oleh keluarga Habsburg dan seorang the Knight of Malta yang terkemuka serta anggota Opus Dei Vatican, yang Pada Bulam Oktober 1999 ditegur oleh Pengadilan Eropa mengenai Hak Azasi Manusia, karena ia mengaku mempunyai otoritas konstitutional terakhir terhadap Mahkamah Agung milik negaranya. Sementara usaha-usaha sukses yang terbaru dalam manuver Eropa ke arah diterimanya seorang Presiden Eropa telah dipimpin oleh Knight dari Malta Gistard d'Estaing, dan didukung oleh Inggris, Perancis, Jerman, Italia dan Spanyol.
Padanan Protestan untuk the Knight of Malta Katholik, juga yang dikenal sebagai the Order of St. John of Jerusalem, memperoleh kredibilitas lebih besar ketika Ratu Inggris HM Ratu Victoria menjadi Sovereign Head mereka dalam tahun 1888. Order of St. John ini yang sekarang dikepalai oleh Sovereign Head HM Queen Elizabeth II, dengan cara yang sama menggunakan lencana the Cross of Malta sebagai lencana mereka. Sementara mereka juga mengakui bahwa derma dan melindungi yang miskin sebagai alasan utama mereka, hal ini sudah dipergunakan sebagai sebuah alat dari Imperialisme Barat dalam kurun waktu 1000 tahunan, dan dimulai dengan Perang Salib untuk menduduki Jerusalem. “Charitable Concern” ini tidak mungkin harus didahulukan atas agenda rahasia sejarah mereka - pemenuhan nubuatan St. John the Divine, yang bertindak sebagai the Protestant Order of St. John baru-baru ini diberikan keanggotaan non-gevernmental oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Seperti rekannya Katolik, posisi the Protestan Order di PBB memberikan akses lebih besar atas pengambilan keputusan PBB dan terhadap negara-negara berkembang yang rawan. Tidak diragukan lagi kepentingan Vatican, the British Crown dan the Rosicrucian fraternity, akan mengambil preseden atas setiap bantuan murni yang ditawarkan kepada dunia yang paling fakir dan miskin.
Lambang Cross of Malta adalah lencana asli dari Knights Templar yang kontroversial itu, dan diadopsi sebagai lencana resmi the Knights of Malta, ketika the Knights Templar terpaksa menyerah pada otoritas Vatican.
Inisiasi okult akan menemukan bahwa seperti halnya gambar pentagram - bintang berujung lima, the Cross of Malta serupa dengan sebuah cryptogram - tulisan rahasia untuk Goat of Mendes, perlambang sex jantan - Androgenous Templar patung Baphomet, yang menggambarkan janggut dan tanduk kambing.
Ini adalah simbol tentang hal yang berhubungan dengan pengendalian roh oleh Keinginan, dan pengendalian arah magi terhadap energi-energi seksual.
Grand Master the Knights of Malta sebelumnya, termasuk Manuel de Fonseca, dikenal telah melakukan inisiasi tradisi Templar, dan menurut Soveregin Grand Master saat ini, Prince Nicholas de Vere von Drakenberg, yang merupakan seorang keturunan langsung pencipta Knights Templar Godfroi de Vere de Bouillon, Templars adalah "sebuah orde pengikut Setan, yang upacaranya termasuk pembunuhan terhadap bayi, sodomy dan sihir".  

5 Okt 2011

Kisah Mossad Israel Dalam Operasi Murka Tuhan


Kisah Mossad yang paling mencekam dalam sejarah dunia dalam operasi mereka yang dinamakan 'The Wrath of God Operation' (Operasi Murka Tuhan).

Salah satu aksi yang paling terkenal kejam dari Mossad adalah 'The Wrath of God operation' atau Operasi Murka Tuhan. Operasi ini digagas oleh Golda Meir, perdana menteri Israel saat itu, untuk menanggapi Pembantaian München atau yang lebih dikenal dengan Peristiwa September Hitam, dimana pada tanggal 5 September 1972 kelompok teroris Palestina menculik dan membunuh 11 atlet Israel yang sedang berada di München guna mengikuti Olimpiade.

Pemicu
Operasi Murka Tuhan dilancarkan akibat operasi September Hitam yang didalangi oleh para kelompok teroris Palestina yang menuntut para tahanan Palestina agar dibebaskan dari penjara Israel dan Jerman Barat.

Pada tanggal 4 september 1972, kelompok radikal Palestina melancarkan aksi teror bersandi operasi Berim Ikrit. Sasarannya perkampungan atlet Israel peserta Olimpiade München. Asrama atlet Israel itu bersebelahan dengan asrama atlet Hong Kong dan Uruguay. Asrama itu terletak dekat bandara Furstenfeldburch,yaitu Asrama Olimpiade, Apartemen Connolystrasse, Blok 31 München. Penculikan atas sebelas atlet Israel ini dilangsungkan pukul 04.30 dini hari ketika para olahragawan ini tengah tertidur lelap. Pukul 4.00 subuh sebelumnya, 8 anggota teroris memanjat pagar setinggi 1.8 meter di Kusoczinskidamm yang berjarak hanya 500 meter dari asrama atlet Israel.

Salah seorang anggota teroris Black September yang terlihat di balkon asrama atlet olimpiade Israel.
Pegulat Israel Yossef Gutfreund adalah orang yang paling awal mendengar bunyi mencurigakan di apartemennya. Ketika ia memeriksanya, ia mendapati pintu apartemennya berusaha dibuka sebelum akhirnya ia mulai berteriak memerintahkan teman-temannya yang lain untuk menyelamatkan diri mereka seraya mendorong tubuh kekarnya menahan laju pintu dari tekanan para anggota Black September. Dua orang atlet Israel berhasil meloloskan diri, sementara delapan lainnya memilih untuk bersembunyi. Seorang atlet angkat berat, Yossef Romano berusaha merebut senjata salah satu teroris, tragisnya ia lalu tertembak dan tewas seketika. Hal yang sama juga terjadi pada Mosche Weinberg, pelatih gulat yang juga tewas saat hendak menyerang anggota teroris lainnya dengan pisau buah. Setelah menawan sembilan atlet Israel, pihak teroris menuntut dibebaskannya 234 tawanan Palestina dari penjara Israel dan dua pemimpin kelompok golongan kiri, Baader-Meinhof, Ulrike Meinhof dan Andreas Baader. dari penjara Jerman Barat. Mereka lalu meminta rute aman menuju Mesir. Pemerintah Jerman pun mengabulkan mengenai rute aman ke Mesir. Saat itu Menteri Bavaria yang juga bertanggung jawab atas Asrama Olimpiade di München sempat menawarkan diri sebagai ganti dari kesembilan atlet Israel untuk ditawan oleh para teroris, tapi tawaran ini ditolak mentah-mentah oleh pihak teroris. 1 jam kemudian, Kanselir Jerman Barat, Willy Brandt menghubungi Perdana Menteri, Israel Golda Meir melalui telepon, Kanselir Jerman Barat mencoba membujuk perdana menteri Israel, Golda Meir untuk mengabulkan permintaan para teroris, tapi meskipun dibawah ancaman teroris, Israel tetap enggan mengabulkan permintaan para teroris. Jerman sendiri saat itu sudah bersedia membebaskan Baader-Meinhof, Ulrike Meinhof dan Andreas Baader dari penjara di Jerman Barat.

Bandara ini merupakan saksi bisu terjadinya drama pembebasan sandera yang gagal dilakukan terhadap para teroris Black September.
Setelah perundingan yang cukup lama, akhirnya 8 anggota teroris dan 8 tawanan di bawa dengan bus Volkswagen ke Bandara Furstenfeldbruck. Di sana sudah disediakan sebuah Jet jenis 727 yang rencananya akan membawa mereka ke Mesir dengan aman. Tapi ini semua adalah jebakan. Pemerintah Jerman Barat telah menyusun skenario pembebasan para sandera di dalam pesawat tersebut. Sekitar 5-6 orang polisi disamarkan dengan berpura-pura menjadi kru pesawat, lebih dari 8 penembak jitu disiagakan di titik-titik yang tidak terlihat oleh para teroris. Para personil keamanan sudah diberi wewenang untuk menembak begitu aba-aba diberikan, hal ini juga berdasarkan pengamatan terhadap para anggota teroris yang diketahui tidak mengenakan perlengkapan anti peluru apapun. Drama skenario pembebasan ini awalnya berjalan sesuai rencana. Tiba-tiba dua personil dari anggota kepolisian Jerman Barat berindak gegabah dengan memulai tembakan pertama ketika para target belum berada di lokasi sasaran. Tembak-menembak pun terjadi di luar rencana, skenario menjadi kacau dengan berujung kepada jatuhnya korban dari kedua belah pihak. Drama penyanderaan yang berlangsung selama 21 jam akhirnya berakhir dengan peledakan sebuah helikopter. 3 anggota teroris, semua tawanan atlet Israel yang berjumlah 11 orang dan satu anggota kepolisian Jerman Barat pun tewas dalam baku tembak tersebut. 

Aksi Black September Lainnya
Aksi teror lainnya dari Black September selain insiden Munich antara lain:
• 28 November 1971, empat anggotanya melakukan penembakan atas perdana menteri Yordania, Wasfi Al-Tal. 
• Desember 1971, Penyerangan terhadap Zeid Al Rifei, Duta Besar Yordania yang bertugas di London.
• Februari 1972, penyabotasean atas instalasi listrik Jerman serta lahan gas di Belanda.
• Mei 1972, Pembajakan penerbangan Belgia, Sabena 572 yang bertolak dari Viena menuju Lod.
• 10 September 1972, kelompok ini membajak sebuah pesawat Boeing 707 Lufthansa dengan rute Ankara-Beirut untuk dibarter dengan anggotanya yang tertangkap dalam insiden Olimpiade. Walau diprotes Israel, pemerintah Jerman Barat tak punya pilihan lain demi keselamatan seisi pesawat.
• 22 Januari 1973, Operasi Black September melakukan pembalasan atas terbunuhnya para pemimpin mereka dengan membunuh salah satu agen Mossad di Madrid, Baruch Cohen.
• 1 Maret 1973, serangan pada kantor kedutaan Arab Saudi di Khartoum yang menewaskan dua perwakilan kedubes Amerika dan seorang pejabat berwenang Belgia.
• 9 April 1973, tiga anggota Operasi Black September berupaya membajak pesawat terbang Arkia milik Israel di bandara Nikosia. Aksi ini digagalkan satpam pesawat. Dua anggota Black September dan seorang polisi Siprus tewas dalam kontak senjata. Hanya dalam beberapa jam kemudian, rumah dubes Israel di Nikosia diledakkan meski kosong.

Aksi Mossad
Menanggapi aksi tersebut, Israel kemudian memikirkan cara agar peristiwa ini tidak terulang lagi. Perdana Menteri Israel, Golda Meir kemudian membentuk Komite X, yang hanya terdiri dari beberapa pejabat pemerintah yang bertugas untuk merundingkan respon Israel atas peristiwa September Hitam khususnya Insiden München. Dalam komite ini termasuk di dalamnya sang perdana menteri sendiri, Menteri Pertahanan Israel yakni, Moshe Dayan sebagai kepala komite, dan Zvi Damir yang saat itu menjabat sebagai direktur Mossad. Setelah melewati beberapa perundingan dalam rapat komite, komite ini kemudian sampai pada kesimpulan bahwa Israel harus mencegah hal yang sama terjadi di masa depan dengan cara yang dibutuhkan. Kesimpulan cara yang dibutuhkan pun kemudian sampai pada kesimpulan bahwa semua yang terlibat dalam operasi September Hitam harus dibunuh.

Markas Besar Angkatan Bersenjata Israel kemudian membentuk tim khusus yang beranggotakan personel terbaik Mossad dan A’man (intelijen militer). Mossad sendiri kemudian mengaktifkan unit pembunuh mereka bernama, Kidon atau yang lebih dikenal dengan unit bayonet. Unit ini bertugas untuk melacak siapa saja yang terlibat dalam operasi September Hitam, kemudian membunuh semua yang terlibat dalam Operasi mereka yang dinamakan Operasi Murka Tuhan. Operasi Murka Tuhan tidak hanya ditujukan untuk membunuh mereka yang menculik dan membunuh para atlet Israel, tetapi hingga para dalang peristiwa September Hitam pun diburu dan dibunuh. Berita resmi dari berbagai negara melaporkan bahwa sekitar puluhan orang yang terlibat dengan operasi September Hitam di Eropa telah diburu dan berhasil dibunuh. Desas-desus justru mengatakan bahwa sebenarnya korban yang dibunuh Mossad mencapai ratusan orang karena Mossad juga membunuh keluarga mereka yang terlibat dengan operasi September Hitam bahkan hingga mereka yang hanya dicurigai terlibat sekalipun. Hasilnya, Mossad menorehkan nama yang berbeda dari antara agen rahasia negara lainnya, mereka disegani, diperhitungkan, ditakuti, tapi karena kekejamannya.

Berikut adalah aksi-aksi yang dilakukan oleh Mossad dalam Operasi Murka Tuhan:
Pembunuhan pertama terjadi pada 16 Oktober 1972. Saat itu dua agen Israel telah menunggu seorang pejabat Palestina bernama Wael Abdel Zwaiter selesai dari makan malamnya. Dua agen tersebut menunggu hanya sekitar 30 menit di gedung apartemen Abdel Zwaiter di Roma. Begitu Abdel Zwaiter pulang dari makan malamnya, 11 tembakan langsung menghujani tubuh sang pejabat yang dituduh Mossad terlibat dalam Operasi September Hitam.

Target kedua Mossad adalah Dr. Mahmoud Hamshari, yang merupakan perwakilan PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) di Perancis. Seorang agen Mossad menyamar sebagai jurnalis untuk membuat Hamshari keluar sebentar dari kamarnya agar memungkinkan agen Mossad lainnya memasang sebuah bom telepon di dalam telepon kamar Hamshari. Pada malam hari tanggal 8 Desember 1972, Hamshari mengangkat sebuah telepon dari seorang jurnalis yang baru saja bertemu dengannya, dan ... KABOOMM!! (meledak mode: on). Mossad percaya bahwa Dr. Mahmoud Hamshari adalah pemimpin Operasi September Hitam di Perancis.

Pada malam hari di tanggal 24 Januari 1973, Hussein Al Bashir (Hussein Abad Al Chir) baru saja mematikan lampu kamar hotel dimana dia menginap yaitu Olympic Hotel di Nicosia. Kurang dari 3 detik kemudian sebuah bom yang dipasang dibawah tempat tidurnya meledak dan memporak-porandakan kamarnya termasuk orangnya. Al Bashir pun tewas. Mossad menganggapnya sebagai pemimpin Operasi September Hitam di Siprus.

Pada tanggal 6 April 1973 di Paris, ketika Dr. Basil Al-Kubaissi (seorang profesor hukum di Universitas Amerika Beirut) dicurigai oleh Mossad sebagai penyedia logistik terhadap operasi September Hitam, Mossad mengirim satu orang agennya untuk menghabisi target. Al-Kubaissi kemudian ditemukan tewas ketika baru pulang dari makan malamnya. Dia tewas dengan 12 tembakan di tubuhnya

Ali Hassan Salameh
Mossad menganggap Ali Hassan Salameh yang mempunyai julukan Pangeran Merah sebagai dalang dari Insiden di Munchen. Pada November 1978, seorang agen Mossad mengaku sebagai Erika Chambers memasuki lebanon dengan paspor Inggris palsu, dan menyewa sebuah apartemen di Rue Verdun. Beberapa saat kemudian para agen Mossad lainnya mulai datang berkumpul di apartemen tersebut, termasuk dengan dua agen Mossad lainnya yang juga menggunakan nama samaran Roland Petrus dan Scriver Kolbergyang menggunakan paspor Inggris dan Kanada yang juga palsu semuanya. Setelah tiga agen sudah terkumpul, strategi pun disusun. Bahan peledak pun disiapkan dan dikemas dalam plastik yang kemudian akan diangkut sebuah mobil Volkswagen. Drama pembunuhan Ali Hassan Salameh akan direncanakan dengan sebuah bom mobil yang akan diparkirkan dimana mobil yang ditumpangi Ali Hassan Salameh akan melintas. Pada pukul 3.35 di tanggal 22 Januari 1979, Ali Hassan Salameh tewas akibat sebuah bom mobil yang didalangi hanya oleh 3 agen Mossad.

Serbuan Mossad dan Pasukan Komando Israel
Selain membunuh orang-orang yang terlibat dengan Black September, Israel juga menggelar operasi rahasia di Libanon dengan sasaran di 4 lokasi berbeda yaitu markas kelompok DFLP dan kompleks pelatihan Al Fatah di Sidon, pabrik senjata dan amunisi PLO di Al Qusay (kawasan Sabra) dan sasaran utama kompleks kediaman para pentolan Black September di kawasan mewah Ramlat El Bida. Dalam operasi yang bersandi Mivtza Aviv Ne’urim alias 'Operasi awal musim semi' ini anggota Mossad dan pasukan komando Israel berhasil membunuh 3 pentolan Black September yaitu Muhammed Yusuf el Najer alias Abu Yusuf beserta istrinya, Kemal Nasser dan Kemal Adwan. Pentolan Black September lainnya, Muhammed Boudia lolos dari maut karena sedang pergi ke Suriah. Mossad juga menghancurkan markas DFLP, gedung berlantai tujuh itu diledakkan setelah seluruh dokumennya dikuras. Dalam serbuan selama 30 menit tersebut tercatat sedikitnya 200 orang gerilyawan Palestina tewas, selain ratusan ton senjata berhasil dihancurkan. Selain tentu saja ribuan lembar dokumen penting yang segera menjadi santapan pihak intelijen Israel dan Barat.